5:29:36 AM
Fress pagi ini. Otakku semakin segar menangkap aroma kopi yang diracik oleh tangan nyaman pidadariku pagi ini. Ku julurkan tanganku, karena aku tak tahan lagi dengan aromanya. Ku hantar ke mulut yang sudah menganga dari tadi. Srrrut… srrruuut. Ubun-ubun, imajinasi dan mataku terbelalak siap menghadapi matahari hari ini. Matahari kemarin meninggalkan kisah dalam relung sejarah yang sesekali berguna sebagai referensi bertindak. Supaya lebih arif dan bijaksana. Sebab orang yang menata arsip masa lalunya dengan rapih dia tidak akan kesulitan menghadapi hidup kini ataupun esok. Hidupnya akan membentuk garis lurus, linear. Seperti anak tangga, terus meningkat ke atas. Pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa menjadi semacam anak tangga yang antaranya mengantarkan pada kehidupan yang lebih tinggi dan luhur. Anak tangga terakhir, kesempurnaan, manunggal dengan Sang Kreator Kehidupan.
Fress pagi ini. Para petani, pemilik atau pun buruhnya, bangun dengan berjingkrak pagi ini. Sebab, mataharinya sudah menguning siap menghidupi mimpi-mimpi. Subuh bersama azan dan iqamah dia rancang kehidupan hari ini, siapkan arit, gebodan, karung, tuk mendampingi semangat dalam diri menjemput matahari. Tak lupa sedikit sinar tuk usir rasa pahit di lidah, hati serta perih di perut. Semuanya harus berakhir hari ini bersama matahari yang sudah menguning diantara pematang sawah.
Fress pagi ini. Anak-anakku yang hari ini memakai warna putih-biru memastikan satu langkah ke depan atau berhenti. Berhenti untuk sempurnakan diri, melangkah harus layakkan diri. Keduanya berada berselimut sebab. Tetap putih biru, karena mungkin belum waktunya kita menjadi Abu-abu. Abu-abu warna yang belum jelas menjadi warna yang sesungguhnya warna. Anak-anakku, tugas kalian adalah mengejar warna kehidupan yang sungguh-sungguh warna… bukan abu-abu.
Dukumalang, Cilegon 14 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar