Apakah setiap tulisan ideologis? Iya, jika tulisan itu berangkat dari sebuah kesadaran untuk sebuah motif tertentu. Ideologi jangan dibayangkan melulu sebagai keyakinan transendental atau pilihan politis. Ideologi, kata Stuart Halll, merujuk pada gambaran, konsep, dan premis-premis yang menyediakan framework yang kita pakai untuk merepresentasikan, menginterpretasi, memahami beberapa aspek dari eksistensi sosial.
Jadi ideologi, dalam konteks ini, adalah framework atau perspektif. Setiap tulisan, apapun, pasti punya perspektif. Proses ini berjalan, tanpa orang menyadari (unconsciously), bahwa ketika mereka memformulasikan dan membantuk pandangannya sejatinya dipengaruhi oleh premis-premis ideologis.
Untuk menjelaskan bagaimana ideologi beroperasi, kita bisa meminjam hipotesis antropologi linguistik Sapir-Whorf, bahwa ’tiap budaya memiliki jalan yang berbeda dalam mengklasifikasi dunia’. Skema klasifikasinya akan nampak pada struktur semantik dan linguistik pada masyarakat yang beragam. Misalnya, orang-orang eskimo memiliki banyak kosakata untuk salju, juga orang arab yang punya beragam istilah untuk onta.
Dari ideologi inilah makna dibangun. Dalam pendekatan strukturalis, pokok persoalannya adalah signifikansi. Segala sesuatu dan peristiwa dalam dunia nyata tak berisi makna yang integral, tunggal, dan intrinsik. Makna semata ditransmisikan melalui bahasa. Dunia harus ’dibuat’ untuk ’dimengerti’. Bahasa dan simbolisasi adalah piranti untuk memproduksi makna. Dari satu peristiwa, bisa muncul beragam makna.(eds)
(Sumber dari: sekolahmenuliskearifan.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar