Rabu, 30 Maret 2011

29 Songket Palembang Jadi Warisan Budaya

Penulis: Irene Sarwindaningrum | Editor: yuli
Rabu, 30 Maret 2011 | 05:46 WIB

 
KOMPAS/YURNALDI
Riny Suwardy sudah menerima tawaran untuk memamerkan koleksinya ini di Amerika Serikat.

 
PALEMBANG, KOMPAS.com - Sebanyak 22 motif tenun songket Palembang di tetapkan sebagai warisan budaya rakyat Palembang, Sumatera Selatan. Sebanyak 49 motif tradisional lainnya tengah dalam proses.

Pengajuan pengakuan sebagai warisan budaya ini dilakukan untuk melindungi kekhasan seni dan budaya Palembang. Motif-motif tersebut memperoleh pengakuan sebagai warisan budaya rakyat (folklore ) Palembang dari Kementerian Hukum dan HAM.

Beberapa di antaranya adalah motif bungo intan, lepus pulir, paku berkait, limar berantai, dan nampan emas.
Kepala Bidang Pembinaan Industri Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Palembang, Rosidi Ali, mengatakan, pengajuan sebagai warisan budaya masyarakat tersebut dilakukan sejak tahun 2004.
Motif-motif tersebut merupakan hasil pengembangan masyarakat Palembang sejak ratusan tahun lalu.
"Totalnya ada 71 motif tenun songket yang telah kami ajukan untuk memperoleh pengakuan. Jumlahya masih mungkin bertambah lagi di masa mendatang," katanya di Palembang, Sumatera Selatan.

Menurut Rosidi, pengakuan secara hukum ini penting untuk menjaga kekhasan budaya Palembang dan melindungi melindungi industri kecil yang bergerak di bidang songket . Adanya pengakuan secara hukum salah satunya akan mencegah klaim dari pihak lain.

Saat ini, sebanyak 49 motif lain masih dalam proses pengakuan tersebut. Di antaranya motif bungo ayam, semanggi, jupri, maskot, dan dua warna bunga kayu apui.
Selain di Sumatera Selatan, tenun songket juga berkembang di hampir semua daerah di Sumatera, namun dengan motif yang berbeda-beda.
Industri kecil kerajinan tenun songket Palembang terus mengalami pertumbuhan . Menurut data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Palembang, saat ini tercatat sekitar 150 pemilik usaha kerajinan tenun songket di Palembang.

Masing-masing pemilik usaha mempunyai perajin upahan rata-rata 5-10 orang. Perajin upahan ini umumnya ibu-ibu rumah tangga di sekitar pemilik usaha songket.

Budayawan dan pemerhati Songket Sumatera Selatan, Ali Hanafiah, mengatakan, pertumbuhan kerajinan songket didukung oleh masih tingginya minat masyarakat Sumatera Selatan terhadap kain songket.
Hal ini didorong pula dengan berkembangnya kain-kain songket dengan harga relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat banyak. Di masa lalu, kata Ali, kain songket biasanya dihiasi dengan serat emas asli dan digunakan sebagai lambang status sosial bangsawan Kesultanan Palembang.

"Harga kain songket pun menjadi sangat mahal sehingga hanya bisa dimiliki kalangan berada. Tapi sekarang berbeda. Sudah ada pergeseran budaya, sehingga songket bisa juga dimiliki masyarakat umum," ucapnya.
Perajin dan desainer songket asal Palembang, Zainal Abidin, mengatakan, pengakuan terhadap motif-motif tenun songket Palembang tersebut akan memperkuat posisi pengrajin dan pengusaha songket dari klaim dari negara lain.

Tanpa ada perlindungan seperti ini, motif tenun songket Palembang dapat dibuat dan diklaim di negara-negara lain. "Bisa-bisa kita sendiri kalah denan mereka karena modal mereka biasanya besar," tuturnya.
Saat ini, jumlah perajin di Zainal Songket sekitar 150 orang. Selain di Palembang, Zainal juga telah membuka gerai di Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia. Promosi tenun songket Palembang juga telah dilakukan di sejumlah negara seperti Malaysia, Paris, Jepang, negara-negara tetangga, dan negara-negara Timur Tengah.

http://regional.kompas.com/read/2011/03/30/0546196/29.Songket.Palembang.Jadi.Warisan.Budaya

Alquran Tertua di Indonesia Tiba di Ternate


Alquran Tertua di Indonesia Tiba di Ternate
Alquran kuno, ilustrasi

Kamis, 24 Maret 2011 21:22 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,TERNATE - Alquran tertua di Indonesia dan bahkan disebut-sebut di Asia, Kamis, tiba di Ternate dibawa utusan Kesultanan Ternate dari dari Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Alquran tertua ini milik Kesultanan Ternate yang akan ditampilkan pada festival Legu Gam 1-16 April 2011 di Ternate.

Setibanya rombangan dengan menggunakan pesawat Expres, Alquran langsung diarak dari Bandara Babullah ke Kedaton Kesultanan Ternate yang berjarak sekitar 7km. Alquran tertua tersebut dibawa oleh pihak Kesultanan Ternate, dan didampingi oleh seluruh perangkat kesultanan (bobato)
Ketua Panitia Legu Gam, Arifin Djafar, mengatakan, Alquran kuno lengkap 30 juz (114 surat) yang terbuat dari kulit kayu dengan pembungkus berupa kotak dari kayu itu diarak dari Bandara Sultan Babullah ke Kedaton Kesultanan Ternate.

"Kitab suci ini dipinjam dari Pemda Kabupaten Alori untuk dipamerkan pada Event Legu Gam MKR 2011. Alquran tua ini akan dibaca saat momentum pembukaan Legu Gam," kata Arifin yang juga Wakil Walikota Ternate.

Alquran kuno ini dibawa ke Alor Besar pada 1519 M oleh Iang Gogo yang merantau bersama keempat saudaranya dengan misi penyebaran Agama Islam hingga ke Alor.
Alquran ini dibawa pada masa Kesultanan Babullah ke-5 bersaudara berlayar dari Ternate dengan menggunakan perahu layar yang menurut riwayat bernama Tuma Ninah, yang berarti berhenti atau singgah sebentar.

Alquran tersimpan di rumah pondok sekitar tahun 1982, saat itu, kata Arifin terjadi kebakaran besar yang melanda rumah pondok tempat menyimpan Alquran tua ini yang menghanguskan seluruh bangunan dan dan isi rumah termasuk semua benda-benda peninggalan Ia Gogo yang dibawa dari Ternate.
Namun, Alquran tertua ini tidak terbakar dan hingga saat ini masih tetap terawat dan utuh, kata Arifin.
 
Redaktur: Johar Arif
Sumber: Antara

Minggu, 27 Maret 2011

Ibn Hazm, Ulama Negarawan dari Spanyol

skyscrapercity.com
Ibn Hazm, Ulama Negarawan dari Spanyol
Statuta Ibn Hazm di Spanyol

Saturday, 19 March 2011 11:58 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa'id bin Hazm atau lebih dikenal dengan nama Ibn Hazm diakui sebagai seorang ulama yang memiliki kontribusi luar biasa dalam dunia Islam. Ia dikenal sebagai ahli fikih dan hadits sekaligus teolog, sejarawan, penyair, negarawan, akademisi dan politisi yang handal. Tak kurang dari 400 judul kitab telah ditulisnya.

Ibn Hazm lahir di kota Cordoba, Spanyol pada akhir Ramadhan 384 H atau bertepatan dengan 7 November 994 M. Ia tumbuh dan besar di kalangan para pembesar dan pejabat. Ayahnya, Ahmad, adalah seorang menteri pada masa pemerintahan Khalifah al-Mansur dan putranya, al-Muzaffar. Kendati demikian, kemewahan hidup yang dijalaninya itu tidak menjadikannya lupa diri dan sombong. Sebaliknya, ia dikenal sebagai seorang yang baik budi pekertinya, pemaaf dan penuh kasih sayang.

Sebagai seorang anak pembesar, Ibn Hazm mendapat pendidikan dan pengajaran yang baik. Pada masa kecilnya, ia dibimbing dan diasuh oleh guru-guru yang mengajarkan Alquran, syair, dan tulisan indah Arab (khatt). Ketika meningkat remaja, ia mulai mempelajari fikih dan hadits dari gurunya yang bernama Husain bin Ali al-Farisi dan Ahmad bin Muhammad bin Jasur. Ketika dewasa, ia mempelajari bidang ilmu lainnya, seperti filsafat, bahasa, teologi, etika, mantik, dan ilmu jiwa disamping memperdalam lagi ilmu fikih dan hadits.

Penguasaan terhadap berbagai disiplin ilmu tersebut pada akhirnya menjadikan Ibn Hazm seorang yang pakar dalam bidang agama. Kepakarannya ini bukan hanya diakui oleh kaum muslimin, namun juga diakui oleh kalangan sarjana Barat. Ada sebuah nasehat yang terkenal dari Ibn Hazm yang ditujukan kepada para pencari ilmu yaitu, "Jika Anda menghadiri majelis ilmu, maka janganlah hadir kecuali kehadiranmu itu untuk menambah ilmu dan memperoleh pahala, dan bukannya kehadiranmu itu dengan merasa cukup akan ilmu yang ada padamu, mencari-cari kesalahan dari pengajar untuk menjelekkannya. Karena ini adalah perilaku orang-orang yang tercela, yang mana orang-orang tersebut tidak akan mendapatkan kesuksesan dalam ilmu selamanya.''

Terjun ke politik

Sebagai anak seorang menteri dan hidup di lingkungan istana, Ibn Hazm mulai berkenalan dengan dunia politik ketika berusia lima tahun. Pada waktu itu terjadi kerusuhan politik dalam masa pemerintahan Khalifah Hisyam II al-Mu'ayyad (1010-1013 M) yang mengakibatkan Hisyam beserta ayah Ibn Hazm diusir dari lingkungan istana.

Keterlibatan Ibn Hazm di bidang politik secara langsung terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abdurrahman V al-Mustahdir (1023 M) dan Khalifah Hisyam III al-Mu'tamid (1027-1031 M). Pada masa kedua khalifah ini Ibn Hazm menduduki jabatan menteri.

Pada masa pemerintahan Abdurrahman V al-Mustahdir, Ibn Hazm bersama-sama dengan khalifah berusaha memadamkan berbagai kerusuhan dan mencoba merebut wilayah Granada dari tangan musuh. Akan tetapi dalam usaha merebut wilayah itu khalifah terbunuh dan Ibn Hazm tertangkap. Ia kemudian dipenjarakan.

Hal serupa juga dialaminya pada masa pemerintahan Hisyam III al-Mu'tamid. Ibn Hazm pernah dipenjarakan setelah sebelumnya ia ikut mengatasi berbagai keributan di istana. Selepas keluar dari tahanan, ia memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan keluar dari istana.

Sejak keluar dari istana, Ibn Hazm tidak menetap di satu tempat tertentu, tetapi berpindah-pindah. Selain mencari ilmu, motivasinya hidup berpindah-pindah tempat karena ingin mencari ketenangan dan keamanan hidupnya. Sejak saat itu ia juga mencurahkan perhatiannya kepada penulisan kitab-kitabnya.

Kitab-kitab karangan Ibn Hazm seperti yang dikatakan oleh anaknya, Abu Rafi'i al-Fadl, berjumlah 400 buah. Tetapi karyanya yang paling monumental adalah kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (Ilmu Ushul Fikih; terdiri dari delapan jilid) dan kitab al-Muhalla (Ilmu Fikih; terdiri dari tiga belas jilid). Kedua kitab ini menjadi rujukan utama para pakar fikih kontemporer.

Karya-karyanya yang lain di antaranya adalah: Risalah fi Fada'il Ahl al-Andalus (Risalah tentang Keistimewaan Orang Andalus), al-Isal Ila Fahm al-Khisal al-Jami'ah li Jumal Syarai' al-Islam (Pengantar untuk Memahami Alternatif yang mencakup Keseluruhan Syariat Islam), al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa' wa an-Nihal (Garis Pemisah antara Agama, Paham dan Mazhab), al-Ijma' (Ijmak), Maratib al-'Ulum wa Kaifiyah Talabuha (Tingkatan-Tingkatan Ilmu dan Cara Menuntutnya), Izhar Tabdil al-Yahud wa an-Nasara (Penjelasan tentang Perbedaan Yahudi dan Nasrani), dan at-Taqrib lihadd al-Mantiq (Ilmu Logika).

Selain menulis kitab mengenai ilmu-ilmu agama, Ibn Hazm juga menulis kitab sastra. Salah satu karyanya dalam bidang sastra yang sangat terkenal adalah yang berjudul Tauq al-Hamamah (Di Bawah Naungan Cinta). Kitab ini menjadi karya sastra terlaris sepanjang abad pertengahan. Kitab yang berisikan kumpulan anekdot, observasi, dan puisi tentang cinta ini tidak hanya dibaca oleh kalangan umat Islam, tetapi juga kaum Nasrani di Eropa.  

Ibn Hazm wafat di Manta Lisham pada 28 Sya'ban 456 H bertepatan pada tanggal 15 Agustus 1064 M. Wafatnya Ibn Hazm cukup membuat masyarakat kala itu merasa kehilangan dan terharu. Bahkan, Khalifah Mansur al-Muwahidi, khalifah ketiga dari Bani Muwahid termenung menatap kepergian Ibn Hazm, seraya berucap: "Setiap manusia adalah keluarga Ibn Hazm”. 
 
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Reporter: Nidia Zuraya

Sabtu, 26 Maret 2011

Kejayaan Pelabuhan Karangantu Tinggal Kenangan


   
Kejayaan Pelabuhan Karangantu Tinggal Kenangan
Sunday, 20 March 2011 12:30 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, ANYER--Jauh sebelum pelabuhan Sunda Kelapa menjadi pusat perdagangan nusantara, lebih dulu dibangun pelabuhan Karangantu, Banten. Kala itu, Karangantu telah menjadi bandar perdagangan terbesar di Pulau Jawa.

Saudagar-saudagar Cina, Arab, Gujarat, dan Turki banyak mengangkut rempah-rempah yang kemudian dijual lagi di Eropa melalui pelabuhan Karangantu.
"Begitu majunya perdagangan kala itu, hingga Banten menjadi tempat pusat perdagangan domestik dan internasional," papar Alwi Shahab, pemerhati sejarah Jakarta, kepada peserta Melancong Bareng Abah Alwi edisi ‘Menelusuri Jalan Daendels’, Ahad (20/3).

Namun sayang, penaklukan Banten oleh pemerintah kolonial Belanda, yang diikuti pembangunan pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan Karangantu tidak lagi menjadi pusat perdagangan. Secara otomatis kegiatan ekonomi kesultanan Banten mandek. Kini, pelabuhan Karangantu tidak lagi menjadi pelabuhan utama di Banten setelah Pelabuhan Merak juga dibangun. "Kondisinya sangat menyedihkan saat Itu," ungkap Abah Alwi, sapaan akrabnya.

Meski begitu, Abah Alwi menuturkan, pelabuhan Karangantu tengah dikembangkan menjadi obyek wisata. Diharapkan, ke depan, kegiatan ekonomi bisa tumbuh layaknya zaman kejayaan Banten lama. "Saya melihat pemerintah Banten secara perlahan membenahi peninggalan Kesultanan Banten yang selama ini tidak terurus," pungkasnya.
 
Redaktur: Johar Arif
Reporter: Agung Sasongko

Selasa, 22 Maret 2011

Mecusuar Anyer, Monasnya Warga Banten

Melancong Bareng Abah Alwi: Menelusuri Jejak Daendels

Ahad, 20 Maret 2011, 13:15 WIB
Smaller  Reset  Larger
Agung Sasongko
Mecusuar Anyer, Monasnya Warga Banten
Mercusuar Anyer
REPUBLIKA.CO.ID, ANYER--Warga Banten mungkin bisa berbangga hati memiliki menara mercusuar yang kemudian menjadi ikon wisata provinsi di ujung paling barat Pulau Jawa ini. Bangunannya memang tidak setinggi Monumen Nasional (Monas) di Jakarta lantaran hanya bertinggi 75.5 meter. Namun, jangan salah, Mercusuar ini telah dikunjungi lebih dari  jutaan turis lokal dan mancanegara. Jadi, pantaslah dikatakan Mercusuar Anyer, Monasnya warga Banten.
Alwi Shahab, pemerhati sejarah Jakarta, memaparkan bangunan ini didirikan tahun 1883 oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun, bangunan ini sempat hancur akibat letusan Gunung Krakatau. Sisa fondasi mercusuar lama masih terlihat di bibir pantai yang terdiri atas struktur bata. "Bangunan yang sekarang didirikan tahun 1885 pada masa raja Willem III," papar Abah Alwi, sapaan akrabnya, kepada peserta acara Melancong Bareng Abah Alwi Edisi ‘Menelusuri Jalan Daendels’, di Anyer, Ahad (20/3).
Mercusuar ini memiliki ketinggia 75.5 meter yang terbagi menjadi 18 lantai. Setiap lantainya terdapat jendela dan pada lantai teratas terdapat lampu suar dengan penutup bola yang dapat berputar 360 derajat. Bangunan mercusuar ini tersusun lempengan-lempengan baja dengan rongga berbentuk silinder ditenganya.
"Mercusuar inilah yang dikenal juga titik nol kilometer jalan pos Anyer Panarukan yang dibuat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, selama setahun di masa pemerintahannya," pungkas Abah.
Red: Johar Arif
Rep: Agung Sasongko

Reruntuhan Keraton Surosowan, Saksi Bisu Kejayaan Banten

Ahad, 20 Maret 2011, 20:02 WIB
Smaller  Reset  Larger
Republika
Reruntuhan Keraton Surosowan, Saksi Bisu Kejayaan Banten
Reruntuhan Keraton Surosowan
REPUBLIKA.CO.ID, SERANG-- Reruntuhan dinding dan fondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan menjadi saksi bisu kejayaan kesultanan Banten. Ya, sisa-sisa bangunan itu dahulunya merupakan keraton kesultanan Banten yang diberinama Surosowan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin.

"Keraton ini merupakan pusat kegiatan kerajaan Islam Banten," singkat Alwi Shahab, pemerhati sejarah kepada para peserta Melancong Bareng Abah Alwi edisi Menelusuri Jalan Daendels, Ahad (20/3).

Surusowan boleh dibilang serupa dengan sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan sudut benteng berbentuk intan (bastion) di empat sudut bangunannya. Keraton ini memiliki tiga gerbang masuk yang masing-masing berada di Utara, Timur, dan Selatan. Pada bagian tengah terdapat kolam berisi air berwarna hijau. "Sayangnya, gambaran megah keraton ini hanya tinggal kenangan," kata Abah Alwi, sapaan akrabnya.

Abah mengatakan disahkannya Banten menjadi Provinsi memungkinkan Banten menghidupkan kembali kemegahan keraton Surosowan. Minimal, menurut Abah, pemerintah provinsi Banten perlu membangun kembali replika Keraton guna menjadikan Banten lama sebagai pusat kebudayaan Banten. "Dengan begitu, warga Banten dapat kembali mengenal sejarah mereka," pungkas abah.agung sasongko
Powered
Red: Stevy Maradona
Rep: Agung Sasongko

Abah Alwi Kupas Habis Catatan Sejarah Provinsi Banten

Melancong Bareng Abah Alwi: Menelusuri Jejak Daendels

Ahad, 20 Maret 2011, 12:12 WIB
Smaller  Reset  Larger
Agung Sasongko
Abah Alwi Kupas Habis Catatan Sejarah Provinsi Banten
Abah Alwi memberi penjelasan kepada para peserta sebelum bertolak ke Banten di halaman kantor Harian Republika, Jakarta, Ahad (20/3).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setelah mengupas habis catatan sejarah Batavia khususnya tentang China Town dan Jejak Arab Batavia, Alwi Shahab, pemerhati sejarah Jakarta, kembali mengajak warga Jakarta terutama pecinta sejarah nasional untuk mengunjungi provinsi Banten dalam acara ‘Melancong Bareng Abah Alwi’. Edisi kali ini bertajuk ‘Menelusuri Jalan Daendels’.
 Mengapa Banten? Karena provinsi yang berada di ujung barat Pulau Jawa ini boleh dibilang kaya akan catatan sejarah dan peninggalan.
Abah Alwi, demikian sapaan akrabnya, mengatakan Banten begitu identik dengan pemandangan pantai yang sangat indah berikut mercusuar berusia ratusan tahun. Di tempat itu Gubernur Jenderal Batavia, Herman Williem Daendels, membuat proyek ambisius untuk menyatukan pulau Jawa dengan jalan raya yang menghubungkan antara Anyer yang berada di ujung barat Pulau Jawa dengan Panarukan yang berada di ujung timur Pulau Jawa. "Titik mula proyek ambisius ini yang kita kenal dengan ‘Titik Nol Jalan Daendels di Anyer’," papar Abah.
Dari jalan titik nol, lanjut Abah menjelaskan, dirinya akan mengajak peserta untuk melihat peninggalan Belanda di Gubernuran, Serang, Banten. Di kawasan inilah, menurut Abah, pemerintah kolonial Belanda mengontrol Banten yang kala itu sudah berhasil ditaklukan dengan politik pecah belah.
"Dari Gubernuran, kita bergerak ke Banten Lama. Di sana begitu banyak tempat bersejarah yang akan kita lihat di Banten Lama, seperti, Keraton Surosowan dan Masjid Kesultanan Banten," ungkap Abah.
Sementara itu, antusiasme  peserta yang mengikuti acara Melancong Bareng Abah Alwi kali ini begitu besar. Mereka sudah berkumpul di halaman kantor Harian Republika sejak pukul 06.00 WIB, Ahad (20/3). Sebagian dari peserta merupakan keluarga. Sisanya sangat beragam, mulai dari anak-anak hingga paruh baya.
Semuanya sepakat, Melancong Abah Alwi merupakan kegiatan yang menarik untuk diikuti. Selain memperkaya khasanah pengetahuan tentang sejarah, peserta juga bisa menikmati liburan dengan cara berbeda, yaitu belajar untuk menghargai sejarah bangsa. 
Red: Johar Arif
Rep: Agung Sasongko

Rabu, 16 Maret 2011

UNTUK SIAPA AKU MENGITARI MATAHARI

16/03/2011
3:57

Selamat Pagi, Catatan NGOPI PAGI-ku!

Memang masih terlalu pagi, suara-suara membesarkan-Mu masih dalam mimpi-mimpi sang pengabdi. Aku yang terbangun sedari tadi juga hampir mengingkari-Mu. Aku sempat bertanya pagi ini: “untuk siapa aku mengitari matahari?, berpanas-panasan, melindungi anak-istri dengan bayangan”. Teriknya matahari kemarin, membuatku bersimbah keluh, membuatku ingin berhenti mengitarimu. Tapi, Tuhanmu yang juga Tuhanku selalu membuat matahari baru setiap hari yang mesti aku lingkari dengan langkah, tidak boleh berhenti. Walaupun lelah terasa aku harus tetap melangkah meski dengan tertatih.

Keraguan, untuk siapa aku mengitari matahari, tidak boleh menyelinap lagi dalam celah iman secuil pun. Sebesar apapun gundukan planet kehidupan yang lain menghadang. Aku tidak boleh ragu, untuk siapa aku mengitari matahari. Untuk sebuah hakikat, untuk sebuah epistime serta action kehidupan rotasi langit, bumi dan antara keduanya.

Seperti peristiwa memukau antara anakku, burung dan kucing. Peristiwa ini aku kisahkan di bawah judul, “kemanusiaan, keburungan dan kekucingan”. Dalam kisah itu, sang burung boleh saja terperangkap dalam cengkram tangan manis anak kecil, burung boleh juga mati untuk kehidupan kucing. Mungkin disitulah burung menemukan hakikat kehidupannya. Disamping harus berkicau sepanjang hidupnya di udara. Wallahu’ alam.

Dukumalang, Cilegon, 16 Maret 2011

Selasa, 15 Maret 2011

Penyebab Hancurnya Industri Maritim Indonesia

Senin, 14/03/2011 12:08 WIB
Agus Pambagio - detikNews
Penyebab Hancurnya Industri Maritim Indonesia

Jakarta - Indonesia sebagai salah satu negara maritim besar seharusnya mempunyai infrastruktur ke maritiman yang kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap terkait dengan keperuntukannya, sumber daya manusia yang berkelas, berbagai jenis kapal yang berkelas di berbagai sektor termasuk armada TNI Angkatan Laut, armada kapal dagang/kontainer, armada kapal angkut migas dan batubara, armada kapal penangkap ikan, armada kapal penumpang yang modern, aman dan nyaman serta regulator sektor kemaritiman yang kuat dan disegani dunia internasional.

Namun apa mau dikata, tampaknya pernyataan diatas masih sebatas mimpi, belum kenyataan. Melihat perkembangan industri maritim di Indonesia saat ini, saya sedih dan gemas. Bagaimana tidak? Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai hari ini industri martim kita dikelola secara kaki lima. Akibatnya tidak ada satupun Negaradi dunia ini yang segan dan menghormati Indonesia sebagai salah satu Negara maritimyang kuat.

Mereka hanya menempatkan Indonesia sebagai Negara tempat memasarkan produk kemaritiman mereka dan mengambil sumber daya yang ada. Mau bukti? Mari kita bahas satu persatu yang menurut saya ini merupakan faktor utama hancurnya industri maritim nasional. Sementara pemerintah tak mampu membereskannya, seperti biasa tidakada ketegasan!

Faktor Hambatan di Industri Maritim Nasional

Pertama, mari kita lihat sistem finansial untuk sektor maritim di Indonesia. Kebijakan sektor perbankan atau lembaga keuangan di Indonesia, yang sebagian besar keuntungannya diperoleh dari penempatan dana mereka di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri maritim sangat tidak mendukung. Mengapa?

Pertama, bunga pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara 11% - 12% per tahun dengan 100% kolateral (senilai pinjaman). Bandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang hanya mengenakan bunga 2% + LIBOR 2% (total sekitar 4%) per tahun. Dengan equity hanya 25% sudah bisa mendapatkan pinjaman tanpa kolateral terpisah karena kapal itu sendiri bisa menjadi jaminannya. Jadi tidak heran kalau pengusaha kapal nasional kesulitan mencari pembiayaan untuk membeli kapal, baik baru maupun bekas melalui sistem perbankan Indonesia.

Kedua,sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003  tetang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, pasal 1, ayat 1 huruf e, jelas bahwa sektor perkapalan mendapat pembebasan pajak. Namun semua pembebasan pajak itu kembali harus dibayar jika melanggar pasal 16. Artinya kebijakan tersebut banci. Apa isi pasal 16?

Sesuai dengan pasal 16: Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau di pindahtangankan

kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya?. Artinya, jika pengusaha kapal akan menjual kapalnya sebelum 5 tahun sejak pembelian harus membayar pajak kepada negara sebesar 22,5% dari harga penjualan (PPn 10%, PPh impor 7,5% dan bea masuk 5%).

Di Indonesia jarang ada kontrak penggunaan kapal lebih dari 5 tahun, paling banyak 2 tahun. Jadi jika tidak ada kontrak, supaya pengusaha kapal tidak menanggung rugi berkepanjangan mereka harus menjual kapalnya. Untuk itu pengusaha harus membayar pajak terhutang kepada Negara sesuai Pasal 16 tersebut. Benar-benar industri maritim negara ini dihambat kemajuannya dari segi kebijakan fiskalnya oleh negara, kok bisa ya?

Di negara lain seperti Singapura, pemerintah akan memberikan insentif, seperti pembebasan  bea masuk pembelian kapal, pembebasan pajak bagi perusahaan pelayaran yang bertransaksi diatas USD 20 juta karena Pemerintah Singapura menyadari kalau investasi di industri pelayaran bersifat slow yielding sehingga perlu diberikan insentif. Kalaupun kapal harus dijual, Pemerintah Singapura membebaskan berbagai pajaknya.

Dari pemberian berbagai insentif bagi perusahaan pelayaran, Pemerintah mana pun akan berpikiran bahwa penerimaan dari pajak mungkin akan menurun namun penerimaan dari sektor lain pasti akan bertambah. Misalnya, semakin banyak tenaga kerja asing tinggal dan bekerja pada akhirnya akan semakin banyak uang yang dibelanjakan di negara tersebut. Selain itu  transaksi perbankan biasanya juga akan semakin banyak, sehingga pendapatan Negara juga akan meningkat. Benar-benar negara negara dikelola oleh negarawan yang cerdas.

Ketiga, buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia menyebabkan biaya langsung industri maritim menjadi tinggi. Meski pun gaji tenaga Indonesia 1/3 gaji tenaga kerja asing tetapi karena rendahnya disiplin dan tanggungjawab, menyebabkan biaya yang harus ditanggung pemilik kapal berbendera dan berawak 100% orang Indonesia (sesuai dengan UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran) menjadi sangat tinggi. Ironisnya jika kapal berawak 100% asing yang mahal, ternyata pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat 2x lipat. Aneh tapi nyata.

Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim yang ada di tangan sebuah BUMN dibawah kendali Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan, PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), membuat industri maritim Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal yang diklasifikasi atau disertifikasi oleh PT BKI, patut diduga tidak diakui oleh asuransi perkapalan kelas dunia atau kalaupun diakui, pemilik kapal harus membayar premi asuransi sangat mahal. Mengapa?

Hal tersebut patut diduga disebabkan dalam melakukan klasifikasi, PT BKI kurang profesional sehingga penilaiannya diragukan oleh semua pihak. Patut diduga PT BKI masih menganut paham dengan uang pelicin semua beres. Oleh sebab itu sebagian pemilik kapal tidak meregister kapalnya di Indonesia tetapi di Hong Kong, Malaysia atau Singapore. Akibatnya pelaksanaan UU No 17 tahun 2008 hanya retorika. Pengusaha kapal enggan meregister kapalnya di Indonesia karena klasifikasi yang dikeluarkan oleh PT BKI merupakan 'pepesan kosong' yang diragukan oleh semua lini sektor industri maritim global.

Langkah yang Harus Diambil Pemerintah

Jika industri maritim Indonesia mau berkembang dan siap bersaing dengan industri sejenis dikawasan, maka pemerintah dalam hal ini khususnya Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan harus membuka mata dan jangan mau dipengaruhi oleh para pelobi yang mewakili pihak-pihak yang mau untung sendiri tidak memikirkan bangsa ini.

Pertama, lakukan revitalisasi atau deregulasi di sektor fiskal sehingga kompetitif dengan beberapa Negara tetangga, kecuali Indonesia mau jadi pecundang terus. Kedua lakukan perombakan total dilingkungan lembaga pemberi klasifikasi sehingga dunia internasional pelayaran dan asuransi kerugian mengakui keberadaannya. Ketiga susun ulang kurikulum lembaga pendidikan maritim oleh Kemendiknas supaya Indonesia mempunyai SDM maritim yang berkualitas dan bertanggungjawab.

Beranikah Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri BUMN dan Menteri Pendidikan Nasional melakukan perubahan drastis tersebut? Sebenarnya saya ragu karena para menteri tidak berani bertindak (kecuali sidak) jika presiden belum memberikan titah. Jadi mohon kepada Presiden SBY yang sangat saya hormati untuk segera memberikan titah kepada keempat Menteri tersebut secepatnya, sebelum industri maritim Indonesia tinggal nama. Salam.

*) Agus Pambagio adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.

(vit/vit)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Belajar Dari Selaput Keperawanan

15/03/2011 4:20
Selamat Pagi, NGOPI PAGI!

Pagi ini saya terpaut dengan sebuah garis setapak melingkar di pinggir-pinggir kota. Tak nampak, tapi ada. Saya pernah menyusurinya. Di bagian utara kota ini. Garis, yang katanya membedakan wilayah kota dan kabupaten. Hanya itu perbedaannya. Yang lainnya sama: mereka lahir dari nenek moyang yang sama; rambut sama hitam; warna kulit sama seperti kulit sawo terlalu mateng; sampai wataknya juga sama pekerja keras. Sebelum subuh mereka sudah harus bangun, membawa obor menyusuri jalan setapak mencari mata air. Untuk hajat hakiki, dari minum sampai mandi, masa bodoh dengan buang hajati.

Entah, apa yang direncanakan sang pemilik garis perbatasan ini. Yang jelas, persis di muka mereka menganga coakan lubang gunung yang bongkar oleh serakahnya dataran rendah modal tinggi. Di belakang mereka juga sudah terdengar kabar, si modal akan meratakan bukit ini. Entah apa arti perbatasan ini, mungkin hanya batas yang tak bergaris. Toh garis nasib mereka tetap sama. Entah apa bedanya kota dan kabupaten, mereka tetap di pinggir, tanpa harus dipinggirkan seperti ini.

Bulletin Ciplukan, menjadi saksi. Ada seorang tua, duduk di bawah gundukan batu sedang menunggui mata air menangis. Kemudian air mata mata air itu dia “cecapi” dengan cangkir mungil. Lalu dia hantar ke dirigen yang nyaring bunyinya, kosong. 24 jam mata air menangis, 12 jam dia tungguin setia. 12 jam sisanya dia pasrahkan kepada teman sebrang garis perbatasan. Arti 12 jam bisa jadi batas antara hidup dan mati di sini. Gak boleh libur, karena libur berarti mendekati batas hidup.
Mungkin inilah selisih waktu antara Kedurung, Porod Lampung, Watu Lawang, dengan Jombang kota. 12 jam di sini berarti satu drigen kehidupan, sedang sejuta drigen bahkan semilyar drigen di Jombang, pemilik sah perbatasan yang bila hilang garis ini dialah yang murka.

Garis itu tipis, mungkin setipis selaput. Seperti garis yang memisahkan malam dan pagi hari; siang dan sore hari sampai malam lagi. Apakah kita bisa melihat jelas garis batasnya? Tidak. begitupun garis batas hidup dan mati, tipis. Mungkin diluar dimensi detik bahkan milidetik. Hingga wajar, kita yang sibuk apalagi sok sibuk tidak sadari itu.

Padahal garis ini penting, karena dia pemisah, pembeda antara kabupaten dan kota, siang dan malam, hingga hidup dan mati. Seperti selaput keperawanan, ketiadaannya mengawali sekaligus mengakhiri “kehidupan” karena dia bisa menghidupkan dan juga mematikan.

Kita, Walikota dan Bupati bisa belajar dari filosofi perawan ini. Mudah-mudahan media gadis perawan bisa lebih menarik daripada harus bicara Kedurung, Porod Lampung dan Watu Lawang. Sama-sama butuh air untuk mengawali dan mengakhiri kehidupannya. Wassalam.

Dukumalang, Cilegon, 15 Maret 2011

Senin, 14 Maret 2011

Siapa yang Membangun Kabah?

Sabtu, 08 Januari 2011, 18:27 WIB
Smaller  Reset  Larger
>
Siapa yang Membangun Kabah?
Kabah
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH--Kabah berkali-kali rusak sehingga harus berkali-kali dibongkar sebelum dibangun kembali. Di Museum Haramain, benda-benda itu disim pan. Ada kotak tempat menyimpan parfum yang dulu pernah mengisi ruangan Kabah. "Ruang Kabah isinya hanya tiga pilar dan kotak parfum itu,'' ujar Abdul Rahman, menunjuk pilar-pilar dan kotak yang letaknya berjauhan.

Petugas Museum Haramain di Ummul Joud, Makkah, itu mengantar kami keliling melihat koleksi museum. Museum ini menyimpan benda-benda dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada potongan pilar Kabah yang bentuknya sudah seperti kayu fosil berwarna cokelat tua, disimpan bersama kunci pintu Kabah dari kayu, juga berwarna cokelat tua. Pintu Kabah selalu dikunci dan pemegang kunci sudah turun-temurun dari satu keluarga, sejak sebelum Nabi lahir.

Tangga kuno yang pernah dipakai untuk masuk Kabah juga tersimpan di museum ini. Tersimpan pula pelapis Hajar Aswad serta pelapis dan pelindung Maqam Ibrahim. Jika orangorang berebut mencium pelindung Maqam Ibrahim, seharusnya yang layak dicium adalah yang tersimpan di museum ini karena usianya lebih tua dari pelindung yang sekarang dipasang.

Namun, tak ada anjuran mencium Maqam Ibrahim. Nabi hanya memberi contoh mencium Hajar Aswad.

Kotak parfum Kabah yang disimpan di museum ini juga berwarna cokelat tua. Sewaktu masih difungsikan di dalam Kabah, botol-botol parfum yang dipakai untuk mengharumkan ruangan Ka'bah disimpan di kotak itu.

Riwayat Kabah


Kabah  awalnya dibangun oleh Adam dan kemudian anak Adam, Syist, melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi Nuh, Kabah ikut musnah dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali. Al-Hafiz Imaduddin Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab (Bani Israil), bukan dari Nabi Muhammad.

Kabah yang dibangun Ibrahim pernah rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq. Kabah dibangun kembali sesuai rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Saat dikuasai Kabilah Jurhum, Kabah juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.

Di masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad sempat hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah bukit. Qusai adalah orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka'bah selepas Nabi Ibrahim. Di masa Qusai ini, tinggi Ka'bah ditambah menjadi 25 hasta dan diberi atap. Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh Qusai, hingga masa Ka'bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad membantu memasangkan Hajar Aswad itu pada tempat semestinya.

Dari masa Nabi Ibrahim hingga ke bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun. Pada masa Quraisy, ada perempuan yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka'bah. Kiswah Ka'bah pun terbakar karenanya sehingga juga merusak bangunan Ka'bah. Kemudian, terjadi pula banjir yang juga menambah kerusakan Ka'bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga membuat warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.

Untuk membangun kembali Kabah, bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu kemudian digunakan untuk atap Kabah dan tiga pilar Kabah. Pilar Kabah dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H. Potongan pilarnya tersimpan juga di museum.

Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka'bah juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari Syam menyerbu Makkah pada 681 Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang berarti juga keponakan Aisyah.

Kebakaran pada masa ini mengakibatkan Hajar Aswad yang berdiameter 30 cm itu terpecah jadi tiga.

Untuk membangun kembali, seperti masa-masa sebelumnya, Kabah diruntuhkan terlebih dulu. Abdullah AzZubair membangun Ka'bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu lagi dekat sudut Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair memasang pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak. Yang terpasang sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, dan ambar.
Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.

Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan bahwa Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka'bah dan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bangunan Ka'bah.

Hajjaj ingin mengembalikan Kabah seperti di masa Quraisy; satu pintu dan Hijir Ismail berada di luar bangunan Ka'bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu kedua--yang berada di sebelah barat dekat Rukun Yamani--ditutup kembali dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni berada di luar bangunan Ka'bah.

Akan tetapi, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal setelah mengetahui Ka'bah di masa Abdullah bin AzZubair dibangun berdasarkan hadis riwayat Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid hendak mengembalikan bangunan Ka'bah serupa dengan yang dibangun Abdullah bin Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi. Namun, Imam Malik menasihatinya agar tidak menjadikan Ka'bah sebagai bangunan yang selalu diubah sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.

Pada 1630 Masehi, Kabah rusak akibat diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai bangunan Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400 tahun lamanya pada masa pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang memulai proyek pertama pelebaran Masjidil Haram.

Replika mushaf di Museum ini tersimpan pula replika Quran mushaf Usmani yang bacaannya, susunan surah dan ayatnya, serta jumlah surah dan ayatnya dipakai sebagai panduan hingga sekarang. Yang berbeda cuma bentuk hurufnya.

Pada masa Khalifah Usman bin Affan (35 H) dibuatlah standardisasi penulisan Quran. Di masa itu, sahabatsahabat Nabi memiliki mushaf yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal bacaan, susunan surah dan ayat, maupun jumlah surah dan ayat.

Mushaf yang dimiliki Ibnu Mas'ud, misalnya, tidak menyertakan Surat AlFatihah dan susunan surat yang berbeda. Surah keenam bukanlah Surah Al-An'am, melainkan Surah Yunus.

Quran Ali bin Abi Thalib juga tak memiliki Surah Al-Fatihah. Ali juga tak memasukkan surah ke-13, 34, 66, dan 96 ke mushafnya. "Ukuran mushaf Usman yang asli berbeda dari yang ini.
Ini hanya duplikat,'' ujar Abdul Rahman.
 
Red: Siwi Tri Puji B
Rep: priyantono Oemar

Selamat Pagi Matahari...!

5:29:36 AM
Fress pagi ini. Otakku semakin segar menangkap aroma kopi yang diracik oleh tangan nyaman pidadariku pagi ini. Ku julurkan tanganku, karena aku tak tahan lagi dengan aromanya. Ku hantar ke mulut yang sudah menganga dari tadi. Srrrut… srrruuut.  Ubun-ubun, imajinasi dan mataku terbelalak siap menghadapi matahari hari ini. Matahari kemarin meninggalkan kisah dalam relung sejarah yang sesekali berguna sebagai referensi bertindak. Supaya lebih arif dan bijaksana. Sebab orang yang menata arsip masa lalunya dengan rapih dia tidak akan kesulitan menghadapi hidup kini ataupun esok. Hidupnya akan membentuk garis lurus, linear. Seperti anak tangga, terus meningkat ke atas. Pengalaman-pengalaman, peristiwa-peristiwa menjadi semacam anak tangga yang antaranya mengantarkan pada kehidupan yang lebih tinggi dan luhur. Anak tangga terakhir, kesempurnaan, manunggal dengan Sang Kreator Kehidupan.
Fress pagi ini. Para petani, pemilik atau pun buruhnya, bangun dengan berjingkrak pagi ini. Sebab, mataharinya sudah menguning siap menghidupi mimpi-mimpi. Subuh bersama azan dan iqamah dia rancang kehidupan hari ini, siapkan arit, gebodan, karung, tuk mendampingi semangat dalam diri menjemput matahari. Tak lupa sedikit sinar tuk usir rasa pahit di lidah, hati serta perih di perut. Semuanya harus berakhir hari ini bersama matahari yang sudah menguning diantara pematang sawah.
Fress pagi ini. Anak-anakku yang hari ini memakai warna putih-biru memastikan satu langkah ke depan atau berhenti. Berhenti untuk sempurnakan diri, melangkah harus layakkan diri. Keduanya berada berselimut sebab.  Tetap putih biru, karena mungkin belum waktunya kita menjadi Abu-abu. Abu-abu warna yang belum jelas menjadi warna yang sesungguhnya warna. Anak-anakku, tugas kalian adalah mengejar warna kehidupan yang sungguh-sungguh warna… bukan abu-abu.
                                Dukumalang, Cilegon 14 Maret 2011

Rekam Jejak Sumbangan Islam untuk Peradaban

Kamis, 20 Mei 2010, 22:13 WIB
Smaller  Reset  Larger
Penerbit Republika
Rekam Jejak Sumbangan Islam untuk Peradaban
Sampul buku Khazanah
Coba kita bayangkan bagaimana kita menuliskan hasil penjumlahan angka 9 dan 11 jika tidak pernah ditemukan angka 0 (nol). Kita tidak mungkin menuliskan 20 tanpa ada angka 0. Tanpa angka 0, revolusi digital juga mustahil terjadi. Tapi tahukah kita bahwa angka 0 yang ada hingga saat ini ditemukan oleh ilmuwan Islam.

Tak hanya itu, ilmuwan Islam dalam bidang matematika juga telah banyak memberikan sumbangan pada bidang aritmetika, geometri, kalkulus, dan trigonometri. JJ O'Conner dan EF Robertson dalam Mactutor History mengatakan, "Kami (Barat) berutang terhadap matematika Islam." Menurut mereka, begitu banyak ide-ide brilian yang berkembang dalam bidang matematika Eropa pada abad ke 16, 17, dan 18 ternyata merupakan hasil pemikiran ahli matematika Islam.

Sudah sejak dulu, ilmuwan Islam berkiprah di dunia lewat penemuan-penemuannya yang spektakuler. Mungkin saja kita yang saat ini telah terbuai oleh teknologi yang berasal dari Barat, selalu berasumsi bahwa semua teknologi berasal dari Barat. Padahal tidak demikian.

Tulisan-tulisan dalam buku ini bercerita soal kiprah ilmuwan Islam di dunia kedokteran, farmasi, astronomi, matematika, kamera obscura, komputer analog, kedirgantaraan, industri tekstil, dan yang lain. Buku ini menjelaskan kepada kita bahwa ternyata Islam pernah mencapai kejayaan dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa dalam dunia keilmuan maupun dunia industri.

Naskah dalam buku ini merekam sejarah perjalanan ilmuwan Islam yang berperan sangat penting dalam kehidupan manusia. Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya di abad pertengahan telah memberi sumbangsih yang sangat tak ternilai bagi peradaban modern. Boleh jadi, tanpa kontribusi dan pemimpin, ilmuwan dan cendekiawan Muslim di era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti saat ini.

Sayangnya, kontribusi penting peradaban Islam di berbagai bidang itu seakan sengaja dilupakan. Akibatnya anak-anak muda Muslim pun lebih mengagumi ilmuwan Barat. Padahal, jauh sebelum Barat menguasai peradaban, Islam lah yang menguasai dunia. Kurikulum pendidikan di negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini seakan tak pernah mengenalkan sejarah dan kegemilangan yang pernah ditorehkan umat Islam. Guna membangkitkan kesadaran akan besarnya kontribusi ilmuwan Islam bagi peradaban manusia itulah buku ini hadir.

Judul       : Khazanah, Menelisik Warisan Peradaban Islam dari Apotek Hingga Komputer
                 Analog
Penulis     : Heri Ruslan
Tebal       : vi+287 halaman
Terbit       : Cetakan I, April 2010
Penerbit    : Penerbit Republika
Red: irf

Peneliti Harap Pemerintah Selamatkan 200 Kitab Kuno Pamekasan

Rabu, 09 Maret 2011, 17:38 WIB
Smaller  Reset  Larger
Peneliti Harap Pemerintah Selamatkan 200 Kitab Kuno Pamekasan
ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN - Para peneliti naskah kuno meminta pemerintah hendaknya bisa menyelamatkan naskah kitab kuno yang ditemukan di pondok pesantren Sumber Anyar, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur. "Kami akan meminta pemerintah melalui Kantor Kementerian Agama Pusat untuk memelihara naskah kitab kuno yang ada di Pamekasan ini," kata Koordinator Tim Peneliti Balai Litbang Kementerian Agama Semarang, Zainul Atfal, di Pamekasan, Rabu (9/3).

Ia menjelaskan, tempat perpustakaan naskah kitab kuno yang ada di pesantren itu kurang memadai, sehingga banyak kitab-kitab penting bersejarah yang dimakan rayap. Padahal, katanya, naskah kitab kuno yang ada di pesantren itu merupakan khazanah kekayaan intelektual yang masih tergolong asli karena semua jenis kitabnya ditulis tangan.

"Kalau tidak dipelihara dengan baik, maka semuanya bisa rusak. Buktinya saat ini saja sudah banyak yang dimakan rayap," kata Zainul Atfal.

Ada sekitar 80 eksemplar kitab kuno bertuliskan tangan yang ada di perpustakaan pondok pesantren Sumber Anyar, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan ini. Menurut kolektor kitab di lembaga itu, Habibullah Bahwi, jenis kitab tersebut belum termasuk kitab-kitab yang dipegang oleh para keluarga pesantren yang juga bertuliskan tangan.

"Kalau secara keseluruhan tidak kurang dari 200 jenis kitab yang semuanya bertuliskan tangan. Yang berhasil kami kumpulkan di perpustakaan ini, baru sekitar 80 kitab," katanya menjelaskan.

Jenis kita kuno yang ada di perpustakaan pondok pesantren ini terdiri dari berbagai jenis keilmuan, seperti fiqih, ilmu tasawuf, tata bahasa Arab (sharaf dan nahwu), serta ilmu astronomi. Salah satu kitab yang sempat diklaim sebagai hasil karya ulama Malaysia berjudul 'Bahrul Lahut' juga ditemukan di perpustakaan ini.
Red: Djibril Muhammad
Sumber: Antara

Naskah Kitab Abad 17 'Bahrul Lahut' Ditemukan di Pamekasan

Rabu, 09 Maret 2011, 17:33 WIB
Smaller  Reset  Larger
Naskah Kitab Abad 17 'Bahrul Lahut' Ditemukan di Pamekasan
ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN - Naskah kuno kitab 'Bahrul Lahut' (Samudera Ketuhanan) yang merupakan kitab filsafat tulisan tangan ulama asal Aceh telah ditemukan di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. "Kalau dilihat dari kertasnya, kitab ini diperkirakan ditulis pada sekitar abad ke-17," kata peneliti naskah kitab kuno di pesantren itu, Umi Masfiah, Rabu (9/3).

Kitab itu ditemukan tim peneliti dari Balai Litbang Kantor Kementerian Agama Semarang di Pondok Pesantren Sumber Anyar, Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan. Kondisi kitab karya ulama asal Aceh ini sebagian sudah tidak utuh lagi dan banyak yang berlubang, karena dimakan rayap.

Ada sekitar 80 eksemplar naskah kitab kuno yang ada di pesantren itu dan semuanya ditulis dengan tangan. "Kalau jenis kitabnya sekitar 120 kitab, karena dalam satu naskah ada yang lebih dari satu kitab," kata Ketua Pengurus Perpustakaan Sejarah di pesantren itu, Kholis.

Kitab 'Bahrul Lahut' merupakan salah satu kitab yang membahas tentang filsafat ketuhanan di antara sejumlah kitab dalam naskah-naskah kuno yang ada di perpustakaan itu. Bahrul Lahut atau Samudera Ketuhanan ini sempat didaku (diklaim) sebagai karya ulama Malaysia, karena menggunakan bahasa Melayu, tetapi kitab ini sebenarnya merupakan kitab karya ulama Indonesia asal Aceh.
   
Selain kitab Bahrul Lahut, juga ditemukan naskah kitab kuno karya intelektual Muslim, Ibnu Arabi, yakni kitab 'Tuhfatul Mursalah' dan 'Kitabul Waqad' atau ilmu astronomi yang juga ditulis dengan tangan. Salah satu isi kitab astronomi yang berbahasa Arab ini menjelaskan tentang peredaran bumi, bulan, dan matahari.

Menurut koordinator tim peneliti Balai Litbang Kemenang Semarang, Zainul Atfal, penelitian naskah kuno ini dilakukan untuk meneliti khazanah keilmuan keagamaan di Indonesia. "Kami memilih pesantren ini sebagai lokasi penelitian, karena untuk sementara, naskah kuno terbanyak berada di pesantren ini," kata Zainul Atfal.
Red: Djibril Muhammad
Sumber: Antara

Minggu, 13 Maret 2011

Ayo Bersodakoh Dengan Menulis

6 February 2011
06:29

Oleh Ayatulloh Marsai

Dalam catatan facebook-nya, Hernowo menulis bahwa proses membaca harus diikuti dengan proses menulis. Dia menggunakan istilah in-put untuk membaca, dan output untuk menulis. Keduanya saling berkaitan, tidak hanya menulis itu butuh membaca, lebih dari itu membaca yang tidak disertai dengan penulisan akan mengalami kebekuan dan kejenuhan tersendiri. Karena menulis diibaratkan sirkulasi bagi informasi yang ada didalam pikiran hasil dari membaca, sengaja ataupun tidak sengaja. Maka, ketika membaca tidak disertai menulis termasuk proses membaca yang tidak sehat, input tidak disertai dengan out put.

Senada dengan Hernowo Hasyim, Komarudin Hidayat, Rektor UIN Jakarta, pernah menulis di Sindo Online, bahwa menulis itu menghindarkan dirinya dari stress. Informasi yang setiap hari masuk, baik melalui media cetak yang di baca, maupun melalui media elektronik yang dia dengar dan saksikan setiap hari tentang perkembangan bangsa ini, membuat dia jenuh dan sumpek. Dia mengaku jenuh dengan informasi yang didominiasi oleh info negative bangsa, persolan Gayus Tambunan, Ariel, Luna Maya, dan sebagainya. Kejenuhan informasi ini dia siasati dengan menuliskan refleksi terhadap persoalan-persoalan tersebut setiap hari. Dan, langkah ini yang melegakan dia, menghindarkan dirinya dari stress dan strok ke depannya.

Fakta bahwa menulis dapat melegakan pikiran juga datang dari seorang peneliti Amerika Serikat, Profesor Belouck, Universitas Cicago. Penelitiannya terhadap 20 mahasiswanya yang di suruh menulis keresahan atau masalah-masalah yang dihawatirkan menjelang ujian. Dan terhadap 20 mahasiswanya yang dia suruh diam menunggu saat ujian berlangsung. Hasilnya, yang menulis sebelum ujian nilainya lebih bagus daripada yang diam menunggu ujian berlangsung.

Prof. Belock, menyimpulkan bahwa dalam keadaan stress otak kita tidak bisa bekerja secara maksimal. Maka menulis sangat berguna untuk memaksimalkan fungsi otak dan berkonsentrasi terhadap yang sedang dikerjakan. Stress tadi adalah produk otak yang negative, dan cara menghilangkannya dengan menuliskan persoalan yang membuatnya stress. Maka stressnya akan hilang.

Saya teringat konsep sodakoh dalam al-Quran yang berfungsi untuk membersihkan harta kita. Harta yang masuk sebagai pendapatan kita, tidak semuanya boleh kita pergunakan untuk kepentingan diri kita sendiri. Namun dalam ajaran Islam, harta itu harus diambil sodakohnya terlebih dahulu, supaya bersih. Jika harta kita sudah bersih, maka sirkulasi rizki yang akan masuk berlipat-ganda besarnya. Itu janji Allah.

Dari pengkiasan ini, saya berpendapat bahwa kegiatan menulis itu akan menambah pengetahuan kita, disamping orang lain juga akan terbantu dengan mengambil manfaat dari karya tulis kita. Saya membayangkan, jika ulama-ulama sekarang ini produktif menulis, membagi ilmunya, maka akan kaya khazanah keilmuan kita nanti ke depan. Disamping ulama-ulama juga semakin bertambah pengetahuan dan kebijaksanannya. Ayo sedakahkan pengetahuan kita dengan menulis.

*)Penulis adalah Pembina Bulletin Ciplukan Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Karangtengah
Juga tergabung dalam Komunitas Penulis Muda Cilegon (KPMC)

Rabu, 09 Maret 2011

Jelang 100 Tahun 'Presiden Kedua Indonesia', Mr Prawiranegara

Rabu, 26 Januari 2011, 12:53 WIB
Smaller  Reset  Larger
Jelang 100 Tahun 'Presiden Kedua Indonesia', Mr Prawiranegara
Ketua/Presiden PDRI, Syafruddin Prawiranegara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tokoh Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), Syafruddin Prawiranegara, akan genap berusia 100 tahun pada 28 Februari 2011. Panitia peringatan mengadakan sejumlah acara untuk memperingati 'Presiden Indonesia ke-2' itu.

"Panitia peringatan seabad Mr Syafruddin Prawiranegara akan meluncurkan novel sejarah Presiden Prawiranegara, seminar, dan pameran foto di Yogyakarta dan Bukittinggi," kata juru bicara panitia, Lukman Hakiem, pada Republika, Rabu (26/1).

"Kami akan meminta Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk membuka pameran di Yogyakarta dan untuk pameran di Bukittinggi kami berharap Menhan Purnomo Yusgiantoro mau membuka," kata Lukman lagi.

Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911. Posisinya dalam sejarah Indonesia sangat penting, mengingat ia menjadi Ketua/Presiden PDRI saat Belanda melakukan Agresi Militer II 19 Desember 1948 dan menangkap Soekarno-Hatta di Yogyakarta. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.

Namun, sejarah Syafruddin seperti dilupakan. Padahal PDRI dijuluki "penyelamat Republik", yang membuat pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis.

Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.

Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947.