Oleh Ayatulloh Marsai
Di tengah gegap gempita Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) ke-5 di Banten, yang berlangsung dari 2-11 November 2010, saya sangat sulit menemukan luas laut Banten di situs-situs milik pemerintah. Satu sisi saya bangga menjadi tuan rumah festival yang menghadirkan 55 negara ini. Sisi yang lain, “kecewa” dengan keterbatasan informasi primer yang bisa diakses berkaitan dengan luas laut Banten.
Di Website Pemprov Banten, saya hanya mendapatkan informasi luas Banten, 8.651,20 Km2, dilengkapi dengan topografi (wilayah dataran rendah dan daratan tinggi diatas permukaan laut), informasi hidrologi (air tanah) dan klimatologi serta geologi. Sementara informasi luas laut wilayah Banten tidak ditemukan.
Dalam sambutan pembukaan FIPOB V, sebagaimana dilansir Baraya Post, 3/11/ 2010, Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, hanya menyebutkan panjang pantai Provinsi Banten, 517 km dan jumlah tempat wisata di Banten, 204 tempat. Selebihnya sibuk membicarakan Gunung Anak Krakatau yang sedang aktif, sebagai tambahan pemandangan gratis bagi para tamu dari mancanegara.
Sementara luas laut Banten yang “menyelimuti” dari tiga arah angin tidak disebutkan oleh Gubernur Banten. Di utara ada Laut Jawa, di barat ada Selat Sunda dan di selatan ada Samudera Indonesia.
Keterbatasan informasi ini menimbulkan kesan bahwa Pemprov Banten belum maksimal memetakan wilayahnya secara keseluruhan sampai ke perbatasan terluar, yakni lautan. Bagaimana bisa pemerintah bisa mengembangkan potensi-potensi yang terkandung di sepanjang pantai, di permukaan, serta di dasar lautan, kalau pemetaan sektor kelautannya saja belum digarap secara maksimal.
Ketersediaan informasi yang cukup akan sangat bermanfaat untuk pengembangan seluruh sektor yang ada di laut. Baik pengembangan itu oleh pemerintah, pengusaha domestik dan juga investor asing.
Banten adalah bagian dari bangsa bahari, sebagaimana didengung-dengungkan oleh Kemenpora, Andi A Mallarangeng, dalam sambutan pembukaan FIPOB ke-5 ini.
Lautan Lebih Luas Daripada Daratan
Lautan adalah bagian tak terpisahkan dari daratan. Bagi Indonesia, lautan bukan pemisah melainkan penghubung antar nusa (baca: pulau). Tidak ada perdebatan bahwa lautan lebih luas dibandingkan dengan daratan. Konsep ini berlaku baik untuk Indonesia khusus, maupun secara global.
Luas laut Indonesia 5,8 juta kilometer persegi, tiga kali lebih luas dari daratan yang hanya 1,9 juta kilometer persegi (Portal Nasional Republik Indonesia). Perbandingan daratan dan lautan di Bumi secara keseluruhan: 28,88 persen untuk daratan dan 71,11 persennya berupa lautan. Sebuah angka persentase yang memang sudah seharusnya menggiring kita pada kesimpulan bahwa masa depan sebuah bangsa ada di lautan. Siapa yang pandai dan berhasil memaksimalkan potensi-potensi yang terkandung di lautan maka dia adalah bangsa yang kaya.
Dalam buku, “Al-Qur’an dan Lautan”, karya Agus S Djamil, bahwa keberadaan wilayah laut menjadi salah satu penentu tingkat ekonomi sebuah negara. Sebagai inspirasi bagi kita, buku ini juga mengungkap bahwa jumlah kata “laut” berjumlah 32 kata, sedangkan kata “darat” sebanyak 13 ayat. Bila dijumlahkan menjadi 45 kata. Angka 45 sebagai pengejawantahan terhadap “bumi”. Sekarang, kita ambil 13 sebagai kata “darat” yang tidak lain 28, 22 persen dari 45. Dan sisanya 32, atau 71, 11 persen, persis sama dengan persentase lauatan di dunia ini.
Tidak ada keraguan lagi bagi kita, baik secara fisik, secara ilmiah, bahkan Agama, bahwa penguasaan terhadap lautan sangat menentukan masa depan kita sebagai bangsa bahari. Dengan pandangan positif terhadap laut maka kita akan mulai mengolah, mendayagunakan laut sebagai kekayaan yang menyejahterakan rakyat. Kita akan mulai menghargai tapal batas laut terluar sebagai wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga tidak diserobot oleh tetangga yang lebih sadar akan kekayaan laut. Kekayaan laut Indonesia banyak dinikmati oleh nelayan-nelayan asing.
Bangkitkan Sektor Kelautan
Sampai disini, Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari ke-5, yang bertemakan 4P (people, profit, promosi, dan prospek) ini, mudah-mudahan tidak selesai sampai acara seremonial belaka. Tapi, menjadi titik awal “ketergugahan” Provinsi Banten untuk lebih serius menatap lautan yang terhampar di tiga penjuru arah angin Banten, sebagai potensi yang bisa menyejahterakan dan mengangkat derajat rakyat Banten kususnya, umumnya Indonesia.
Tentu saja kesejahteraan itu bisa diraih dengan cara pengembangan pengelolaan menyeluruh pada sektor kelautan. Misalnya, Wisata Bahari. Sektor ini sangat melimpah di Banten, tidak hanya pantai yang indah, pemandangan Gunung Anak Krakatau, tetapi juga wisata dasar laut yang menakjubkan. Bahkan dalam seminar tentang peninggalan arkeologi bawah laut, di Serang, 27 Juli 2010, seperti yang diberitakan Erabaru.Net, terungkap banyak kapal-kapal luar negeri yang tenggelam di lautan Banten. Jadi ketika kita bicara wisata bahari Banten, maka tentu meliputi permukaan dan bawah lautan Banten ini.
Sektor yang lain misalnya, pertambangan laut, perikanan, dan kepelabuanan. Di Banten, sudahkah ketiga sektor penting itu mendapat perhatian serius dari pemerintah?
Kemudian, tidak kalah pentingnya kita juga harus mulai serius mengamankan laut Banten ini. Agar tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang merugikan bangsa kita, baik secara ekonomi atau pun kedaulatan bangsa. Dua tahun terakhir, di Pelabuhan Merak misalnya, kita kedatangan imigran illegal dari luar, dan mereka berhasil masuk ke laut Banten, tanpa kita ketahui sebelumnya di perbatasan.
Belum lagi pencurian ikan, dan yang paling parah adalah pencurian kekayaan laut dalam, seperti terumbu-terumbu karang dan juga peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di dalam laut. Kesemuanya menandakan dengan jelas kelemahan sistem keamanan laut kita.
Seyogyanya FIPOB V ini bisa menggugah Banten. Menjadikannya sebagai tonggak sejarah untuk kebangkitan Banten sebagai bagian bangsa bahari. Kebangkitan yang dimulai dari dukungan para pemangku kebijakan yang komprehensif. Mulai dari payung hukum, kebijakan ekonomi, pariwisata, revitalisasi pelabuhan bertaraf internasional, trevel, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keamanan lautan baik dari ancaman dalam maupun luar, baik yang datang dari manusia maupun alam.
Seluruh keinginan dan kebijakan pemerintahan mengenai kebangkitan bangsa bahari di Banten perlu keberpihakan anggaran yang tidak sedikit. Oleh karena itu gerakan kebangkitan ini harus dipahami dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat.
Kebangkitan bangsa bahari meng-andaikan kemampuan memanfaatkan potensi sektor kelautan secara optimal. Dengan begitu kita akan mendapati sebagian “rahasia” Allah swt. menciptakan lautan lebih luas daripada daratan. “Dan Dialah, Allah, yang menundukan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”. (An-Nahl, ayat 14). Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar