Rabu, 06 Oktober 2010

Pentingnya Sasaran Hidup Diukir dalam Hati Kuat-kuat

Rabu, 04 Agustus 2010
15:47


Oleh: Ayatulloh, S. Hum

Tanggal 4 Agustus 2010, disela-sela jam kosong, saya mencoba menerapkan konsep yang ditawarkan oleh Alan Karein, kepada siswa yang duduk di kelas X A. Konsep itu menganjurkan untuk menjawab 3 pertanyaan penting untuk merangsang munculnya tujuan hidup seseorang dalam jangka panjang, jangka menegah dan jangka pendek. Pertanyan pertama, apa sasaran hidup Anda? Kedua, bagaimana seharusnya Anda memanfaatkan waktu dalam lima tahun kedepan? Dan ketiga, apa yang akan Anda, jika Anda tahu minggu depan akan disambar petir? Dalan tulisan ini hanya akan menjelaskan jawaban-jawaban siswa (responden) atas pertanyaan “Sasaran Hidup”.

Jawaban atas pertanyaan sasaran hidup, banyak memunculkan keinginan terhadap sesuatu yang ingin dicapai dalam hidup ini. Seperti, sukses, berguna, berharga, ingin memberikan sesuatu kepada seseorang yang dianggap penting. Sementara objek dari keinginan itu juga sangat beragam. Misal, orang tua, bangsa, negara, agama, masyarakat, keluarga dan Allah SAW. Singkatnya, kesuksesan yang diinginkan tidak hanya untuk kepentingan sendiri, namun juga untuk diberikan kepada orang lain. Dan, orang lain itu tentunya sangat dekat dan penting dalam kehidupannya.

Kesuksesan sebagai sasaran hidup semua
Dari 35 siswa yang diminta untuk mengisi pertanyaan “Apa Sasaran Hidup Anda”, 19 siswa menjawab langsung dengan kata “saya ingin sukses/kesuksesan hidup”. Sisanya, mengunakan bahasa yang lain, seperti “ingin berguna”, ingin berharga” ingin pinter” dan “ingin berilmu”. Saya menganggap bahwa kata-kata ini sangat identik dengan keinginan sukses seseorang dalam mengarungi kehidupan ini.
Dalam jawaban yang dituliskan responden, mereka sadar betul bahwa untuk meraih kesuksesan, kebergunaan, keberhargaan, dan kepintaran, perlu proses yang baik dan benar. Mereka sadar, kalau mereka harus lebih rajin belajar, lebih giat, tidak menyia-nyiakan waktu, dan menghormati orang tuanya. Ini menunjukan pengakuan jujur siswa, kalau kesuksesan itu butuh proses. Proses itu butuh waktu. Maka, waktu yang tersedia harus mereka isi dengan hal-hal yang mengarah pada harap hidup tadi. Tidak boleh ada aktivitas yang sia-sia dalam 24 jam sehari. Kalaupun ada aktivitas yang melenceng, itu tidak boleh berlangsung lama dan berkepanjangan. Harus kembali pada “rel-nya”, dengan cara menyempatkan waktu barang 5 menit untuk menuliskan “harapan hidup anda”, kembali.

Saya melihat bahwa yang dimaksud “sukses” disini, tidak hanya berdimensi dunia, namun juga berdimensi akhirat. Buktinya, ada 3 siswa, yang penjelasannya kemudian menyebutkan, ingin menunaikan ibadah haji, 1 orang yang ingin menghentikan kebiasaan berbohong sama orang tua, 1 orang yang ingin iman, takwa dan tidak sombong. Dimensi akhirat juga terlihat dari keinginan mereka untuk menjadi anak yang soleh , solehah, berakhlak mulia dan akan lebih rajin lagi beribadah.

“Sukses berdimensi dunia”, mereka bahasakan dengan bikin bangga orang tua, berguna untuk masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan, “sukses berdimensi akhirat”, mereka bahasakan dengan “ingin masuk surga”. Ini sebuah keinginan yang holistic (menyeluruh), tidak setengah-setengah, “bahagia dunia-akhirat”.
Namun demikian, jawaban-jawaban mereka masih terlalu umum, abstrak, dan mungkin universal. Tidak bersifat kongkret. Dalam praktenya, keinginan yang masih terlalu umum, tidak cukup kuat “mengikat” mereka untuk mengisi waktu dengan hal-hal yang sesuai dengan sasaran hidup. Keinginan yang khusus, kongret, dan nyata, akan bias mengendalikan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Keinginan yang kongkret itu misalnya, berangkat haji (tiga orang), menjadi polisi (satu orang), ingin bisa baca kitab (satu orang), dan menjadi seperti Yai (maksudnya, H. Hasbullah Qomar, tokoh pendiri Madrasah Al-Khairiyah Karangtengah) (satu orang).

Keinginan yang kongkret akan lebih jelas “menggaung” dalam benak, jelas tergambar, yang akhirnya akan membentuk prilaku dalam hidup keseharian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar