Rabu, 22 Desember 2010

Meratapi Kehancuran Istana Surosowan

Rabu, 01 Desember 2010
01:21

Oleh Ayatulloh Marsai
Entah ini yang keberapa kali saya datang ke Banten Lama. Apalagi kalau dihitung dari masa kecil. Karena orang-orang di kampong saya, termasuk keluarga saya, hampir menjadikan ziarah ke Banten sebagai agenda tahunan pasca lebaran. Ditambah dengan kalau ada keluarga yang mau menunaikan ibadah haji, pasti ziarah ke Banten dulu. Agenda seperti ini menjadi kebiasaan yang tidak hanya berlaku di kampong saya, tetapi sudah menjadi kebiasaan masyarakat Banten pada umumnya.

Jadi, kalau kita bertanya kepada orang Banten secara acak, “sudah pernahkah ke Banten Lama untuk berziarah?”. Mudah ditebak, jawabannya pasti sudah pernah. Kalau ada yang jawab, belum pernah, kebantenannya patut dipertanykan.

Tetapi, dari sekian pengunjung yang datang, khususnya orang Banten sendiri, berapa persen yang mau tahu dengan aspek yang lain selain ziarah. Kita tahu bahwa Banten Lama yang sering kita datangi dulunya adalah Kerajaan Islam Banten. Terus, berapa persen pengunjung yang mau tahu dengan gambaran utuh Kerajaan Islam Banten itu, minimal dari jejak yang bisa kita saksikan. Sedikit.

Peziarah adalah potensi besar. Untuk kepentingan sosialisasi dan penyadaran sejarah cukup signifikan. Sudahkah pemerintah berusaha sampai kearah sana?

Sebab, dari rute tempat yang mereka kunjungi, sedikit sekali yang tertarik untuk datang ke Museum, Kraton Surosowan, Kaibon, Jembatan Rante dan bentengnya Belanda, Speelwizk. Ini sekaligus menunjukan corak kesadaran sejarah di Banten cendrung bercorak mistik atau tarekat.

Ketika saya baru konsentrasi di sejarah Islam, saya duduk seharian di bawah pohon yang terlatak di tengah bongkaran Istana Surosowan. Tidak saya sadari saya menagis ketika membayangkan bagaimana Surosowan dihancurkan oleh Belanda. Saya bertanya dalam hati kenapa Belanda melakukan ini semua? Kenapa hanya Banten, lainnya tidak? Saya pernah ke Cirobon, istanya masih utuh. Di Yogyakarta, Surakarta dan sebagainya.

Tetapi, diam-diam saya bangga terhadap kerjaan Islam Banten dengan kehancurannya. Tersirat makna bahwa pendahulu kita, para sultan, para pejuang yang lain, melakukan perlawanan sampai titik darah terakhir. Hal yang mungkin tidak terjadi di daerah-daerah lain yang istananya masih utuh sampai sekarang. Mungkin hasil dari kompromi.
Pertanyaannya, kenapa Belanda menghancurkan Surosowan? Dan kenapa juga Speelwizk hancur? Kenapa di kraton kerajaan Islam lain masih utuh? Ada apa dengan Kerajaan Islam Banten? Saya harus mencari tahu jawabannya.[?]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar