By: Ayatulloh Marsai
Supaya tidak salah paham, saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan istilah gegubugan. Kata dasarnya adalah “gubug”, yang punya arti rumah atau pondok atau yang mirip dengannya. Sementara “ge” dan “an” adalah kata imbuhan awalan dan akhiran untuk menunjukan bahwa rumah atau mirip dengannya itu adalah rumah mainan. Atau dalam istilah sekarang, miniature, tapi dalam bentuk yang sederhana.
Mudah-mudahan dengan penjelasan di atas gambaran tentang adat membuat “gegubugan” bagi penggali kubur yang punya istri sedang hamil, bisa dipahami dengan benar.
Kebiasaan ini adalah warisan nenek moyang kita, orang Banten, khususnya kampung Karangtengah, Cilegon. Dan, tetap berlangsung sampai Islam menjadi agama kita. Fenomena ini umum terjadi pada tradisi-tradisi yang lain di pulau Jawa.
Membuat gegubugan dilakukan khusus oleh orang yang istrinya sedang hamil. Gubug ini dibangun di sisi-sisi dekat kuburan, setiap orang yang istrinya sedang hamil membuat satu gubug. Posisinya berjejer satu sama lainnya. “Ritual” ini dipercaya bisa menyelamatkan cabang bayi yang ada dalam kandungan dari malapetaka cacat atau kelainan.
Karena unsur niat melakukan ritual itu berisi kemusyrikan, menyandarkan maslahat dan midarat kepada selain Allah, maka gubug-gubug itu dihancurkan oleh Kiai Qomar. Tentu saja sembari memberi penjelasan kepada umat, dimana letak kemusyrikan membuat gegubugan tersebut.
Banyak lagi praktek kemusyrikan yang dihancurkan oleh Kiai Qomar di Kampung Karangtengah dan sekitarnya. Misalnya, mengarak seekor kucing untuk meminta hujan; memasang Sapu Lidi terbalik, untuk menangkal hujan; menyajikan makanan untuk orang yang sudah meninggal pada malam Jum’at; dan kemusyrikan-kemusyrikan yang lain.
Kiai Qomarudin adalah tokoh Islamisasi di Cilegon bagian utara. Murid-muridnya tersebar di Banten, Lampung, Palembang, dan Jakarta. Mereka memegang peranan penting dalam bidang pendidikan, sosial-kemasyarakatan dan pemerintahan di tempatnya masing-masing.
[Dari Penuturan Purta Kiai Qomarudin, KH. Hasbullah Qomar]
Cilegon
Jumat, 24 Desember 2010/12:32
pola islamisasi yang dilakukan oleh Kiai Qomarudin hampir sama dengan yang dilakukan al-attas sekarang....semangat islamisasi di Indonesia masih dalam tahap perdebatan pendapat yang tak berkesimpulan.....bagi saya islamisasi bukan pendapat yang mesti diperdebatkan tapi aktualisasi itulah yang terpenting....seperti apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu...
BalasHapus