Kamis, 12 Mei 2011

Catatan Harian: Negara Maritim & Panjang Mulud

Kamis, 03 Maret 2011
06:24

Bismillahirrahmanirrahim,

Catatan Pagiku, hari ini semoga indah. Lebih baik dari yang kemarin. Tentang menulis, saya sudah lama tidak menulis serius, hingga belum ada tulisan yang patut saya kirimkan ke media. Kondisi ini sangat merisaukan saya. Beberapa tulisan saya yang terakhir, “Menulis, Bekerja untuk Keabadian” dan “Cilegon, Kota Santri Terampil Industri”, belum kunjung nongol di media. Ya sudahlah, sebetulnya yang sudah ditulis jangan terlalu dirisaukan. Tulis saja lagi. Itu baru bisa produktif.

Catatan Pagiku, hari ini anak dan istri mau ke KCC untuk mengikuti kegiatan yang diadakan PUD, yakni pelajaran renang. Sekolah sudah menjadwalkannya demikian, jadi meski sekarang hujan, yang pasti dingin, acara sudah dipersiapkan tidak bisa dibatalkan.

Pelajaran renang. Ini harus ada pada tiap sekolah, mengingat kita Negara maritime. Kemaritiman ini yang sering dilupakan orang. Penjajah sudah meminggirkan kita dari negeri maritime ke negeri agraris. Kemudian mereka mengambil alih posisi kemaritiman menjadi wilayah kekuasaan mereka. Hingga sekarang, masyarakat kita lupa bahwa nusantara/Indonesia memiliki laut yang lebih luas ketimbang daratan.

Bicara masalah kemaritiman Indonesia di Cilegon, saya menangkap satu jejak sejarah pada “Panjang Mulud”, sebuah hiasan yang biasa ada pada acara Maulid Nabi disamping “zikir mulud”. Panjang Mulud itu umumnya berbentuk kapal laut, atau orang sini (Cilegon) menyebutnya “perauan”, “perahuan” maksudnya perahu mainan. Bentuk yang lainnya yang biasa ada adalah bentuk masjid. Dua bentuk panjang mulud inilah yang dominan pada acara maulid nabi di Cilegon. Menurut al-Zabiri, jejak yang tersisa di masyarakat sekarang bisa menjadi bukti. 

[ayatulloh marsai]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar