Oleh Ayatulloh Marsai
Sejak kecanduan membaca, kelas dua Aliyah, setiap ada uang jajan cukup saya membeli Koran nasional. Dengan begitu saya tidak melewatkan waktu istirahat seperti biasanya. Atau seperti teman-teman yang lain: nyantrongi cewek pujaannya, nongkrong di warung, ngerumpi empat perjuru mata angin, dan sebagainya. Saya membaca Koran itu di kelas, sampai jam masuk tiba.
Aktifitas itu bukan tanpa godaan. Godaannya berat man! Diajak ngobrol sama cewek-cewek cantik, diledeki anak-anak sekelas: “weh rajinnya,” “wih pinter kien meh.” Paling berat bagiku ketika ada yang ngomong, “lihat, calon ranking cawu (catur wulan) ini!” Sementara, sampai aku lulus, paling banter aku ada di ranking keempat. Malu tidak tuh! Ini yang saya sebut godaan. Kalau tidak kuat, kita pasti segera menutup koran itu, kemudian berg
Sejak kecanduan membaca, kelas dua Aliyah, setiap ada uang jajan cukup saya membeli Koran nasional. Dengan begitu saya tidak melewatkan waktu istirahat seperti biasanya. Atau seperti teman-teman yang lain: nyantrongi cewek pujaannya, nongkrong di warung, ngerumpi empat perjuru mata angin, dan sebagainya. Saya membaca Koran itu di kelas, sampai jam masuk tiba.
Aktifitas itu bukan tanpa godaan. Godaannya berat man! Diajak ngobrol sama cewek-cewek cantik, diledeki anak-anak sekelas: “weh rajinnya,” “wih pinter kien meh.” Paling berat bagiku ketika ada yang ngomong, “lihat, calon ranking cawu (catur wulan) ini!” Sementara, sampai aku lulus, paling banter aku ada di ranking keempat. Malu tidak tuh! Ini yang saya sebut godaan. Kalau tidak kuat, kita pasti segera menutup koran itu, kemudian berg
abung dengan aktifitas mereka.
Di rumah. Usia remaja paling senang jalan-jalan serombongan, riang-riung kesana-kemari. Nah, mereka pasti nyamperin ke rumah. “Yat, yuk ke rumahnya anu, petisan, gonjlengan, makan duren, atau bakar ikan!” Lain kali ada yang ngajak: “ke Mall yuk!” Banyak sekali acara di usia remaja, siang-malam gak pernah habis. Itu juga godaan bagi yang gemar membaca. Aku yang kadang sedang asyik membaca cerpen atau sisipan novelet di majalah punya bapak, harus ikut terseret ke acara mereka. Untung, tidak selalu bisa digoda, kadang aku masih bisa tahan untuk hal-hal yang tidak begitu penting.
Jawaban atau alasan paling ampuh untuk menangkal goaan mereka adalah kontrak kita dengan orang tua. Misal: “saya mau ke ladang sama ayah,” entah itu “macul’ atau ngambil kayu bakar. Ini senjata saya untuk menampik tawaran mereka. Dan, saya bisa terus menyusuri kata di buku atau media.
Yang tidak bisa elakkan, di rumah, saya harus bisa kompromi dengan perintah-perintah orang tua. Tidak jarang sedang seru-serunya baca, eh, bertubi-tubi perintah orang tua menembaki. Itu biasa, saya harus bisa kompromi, berdamai dengan perintah itu. Saya bawa buku sambil ke warung misalnya.
Baik godaan di sekolah maupun di rumah, sama-sama berat! Siapa bisa mensiasati godaan itu, dia akan selamat. Siapa tidak bisa, dia akan terbawa arus yang tidak jelas, entah mau kemana!!!
_Karangtengah, 9 Agustus 2012
Di rumah. Usia remaja paling senang jalan-jalan serombongan, riang-riung kesana-kemari. Nah, mereka pasti nyamperin ke rumah. “Yat, yuk ke rumahnya anu, petisan, gonjlengan, makan duren, atau bakar ikan!” Lain kali ada yang ngajak: “ke Mall yuk!” Banyak sekali acara di usia remaja, siang-malam gak pernah habis. Itu juga godaan bagi yang gemar membaca. Aku yang kadang sedang asyik membaca cerpen atau sisipan novelet di majalah punya bapak, harus ikut terseret ke acara mereka. Untung, tidak selalu bisa digoda, kadang aku masih bisa tahan untuk hal-hal yang tidak begitu penting.
Jawaban atau alasan paling ampuh untuk menangkal goaan mereka adalah kontrak kita dengan orang tua. Misal: “saya mau ke ladang sama ayah,” entah itu “macul’ atau ngambil kayu bakar. Ini senjata saya untuk menampik tawaran mereka. Dan, saya bisa terus menyusuri kata di buku atau media.
Yang tidak bisa elakkan, di rumah, saya harus bisa kompromi dengan perintah-perintah orang tua. Tidak jarang sedang seru-serunya baca, eh, bertubi-tubi perintah orang tua menembaki. Itu biasa, saya harus bisa kompromi, berdamai dengan perintah itu. Saya bawa buku sambil ke warung misalnya.
Baik godaan di sekolah maupun di rumah, sama-sama berat! Siapa bisa mensiasati godaan itu, dia akan selamat. Siapa tidak bisa, dia akan terbawa arus yang tidak jelas, entah mau kemana!!!
_Karangtengah, 9 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar