Selasa, 22 November 2011

Sang Kilat


Dimana aku sekarang. Gelap sekali. Aku hanya bisa meraba, ada istri dan anakku di samping, setia mendampingiku walau dalam kegelepan. Aku tersesat. Dan, anak istriku ikut tersesat karena pilihan langkahku kesini.

Gelap sekali disini. Samar-samar aku melihat warung kecil, samar sekali, kadang muncul kadang tenggelam dari pandangan. Tidak banyak isi di sana, hanya beberapa kebutuhan dapur dan kamar mandi. Aku juga, dalam gelap ini, masih bisa menerka, sepertinya ada bangunan sekolah di uatara sana. Sepi. Mati. Yang ada gelap, dan bayangan ketika sedikit sinar kilat menerpa. Semula aku sangat berharap, cahaya ini menyelamatkan. Aku gembira cahaya datang.

Namun, aku salah. Cahaya itu merenggut nyamanku dalam gelap. Aku panik. Aku takut, semakin takut, bukan atas nyawaku sendiri. Namun, keselematan dan masa depan anak-istriku.

Cahaya kilat. Ah dasar, kau pengundang halilintar. Aku butuh cahaya, tapi cahaya yang menentramkan, bukan yang menakutkan. Bukan cahaya yang justru membuat aku lari dan bersembunyi dari alam terbuka. Bukan cahaya yang membuat bangunan sekolah itu dibayangi bayangannya sendiri. Bukan cahaya yang membuat warung itu samar. Tuhan! Untuk apa cahaya ini kau kirim kemari? Apakah hanya sebagai tanda akan datang halilintar, menyambar aku, anak, dan istriku. Mati di atas bangunan sekolah, di sebrang warung mungil itu? ??

22 November 2011/07:15
Ayatulloh Marsai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar