Dimana aku sekarang. Gelap sekali. Aku hanya bisa meraba,
ada istri dan anakku di samping, setia mendampingiku walau dalam kegelepan. Aku
tersesat. Dan, anak istriku ikut tersesat karena pilihan langkahku kesini.
Gelap sekali disini. Samar-samar aku melihat warung kecil,
samar sekali, kadang muncul kadang tenggelam dari pandangan. Tidak banyak isi
di sana, hanya beberapa kebutuhan dapur dan kamar mandi. Aku juga, dalam gelap
ini, masih bisa menerka, sepertinya ada bangunan sekolah di uatara sana. Sepi.
Mati. Yang ada gelap, dan bayangan ketika sedikit sinar kilat menerpa. Semula
aku sangat berharap, cahaya ini menyelamatkan. Aku gembira cahaya datang.
Namun, aku salah. Cahaya itu merenggut nyamanku dalam gelap.
Aku panik. Aku takut, semakin takut, bukan atas nyawaku sendiri. Namun,
keselematan dan masa depan anak-istriku.
Cahaya kilat. Ah dasar, kau pengundang halilintar. Aku butuh
cahaya, tapi cahaya yang menentramkan, bukan yang menakutkan. Bukan cahaya yang
justru membuat aku lari dan bersembunyi dari alam terbuka. Bukan cahaya yang
membuat bangunan sekolah itu dibayangi bayangannya sendiri. Bukan cahaya yang
membuat warung itu samar. Tuhan! Untuk apa cahaya ini kau kirim kemari? Apakah
hanya sebagai tanda akan datang halilintar, menyambar aku, anak, dan istriku.
Mati di atas bangunan sekolah, di sebrang warung mungil itu? ??
22 November 2011/07:15
Ayatulloh Marsai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar