Rabu, 11 September 2013

Untuk Tidak Jatuh Pada Lubang Yang Sama

Hari ini saya mengajar di kelas tujuh, atau kelas satu Madrasah Tsanawiyah, Al-Khairiyah Karangtengah.

Yang menjadi pembahasan kali ini adalah tujuan dan manfaat mempelajari sejarah kebudayaan Islam. Saya menyampaikan kepada mereka pengertian sejarah, pengertian kebudayaan, dan pengertian, Islam.

Pengertian sejarah langsung saya kaitkan dengan peristiwa masa lalu yang dialami manusia. Terus, kebudayaan saya artikan sebagai hasil penciptaan batin (akal, budi) manusia. Dan, Islam saya kaitkan langsung dengan ajaran al-Qur’an dan Hadist. Karena idealnya memang segala gerak dan prilaku umat Islam digerakkan oleh ajaran Islam. Setidaknya itulah pengertian yang saya sandarkan pada pendapatnya Hodson pengenai Islam sebagai doktrin: ajaran-ajaran dalam al-qur’an dan Hadis. Meskipun Hodson punya pengertiannya sendiri tentang Islam sebagai sejarah: apa saja yang terjadi dalam kehidupan umat Islam sepanjang masa.

Jadi, Sejarah Kebudayaan Islam adalah peristiwa dan hasil pencapaian umat Islam pada masa lalu.

Kemudian, karena pokok bahasan pertemuan kali ini adalah manfaat dan tujuan mempelajaran sejarah, saya kembali membahas persoalan ini. Saya memberi perumpamaan:

“Siapa yang tadi pergi sekolahnya lewat sawah?”

Beberapa siswa mengacungkan tangannya. Lebih dari tiga atau lima. Saya tidak menunjuk satu-satu dari mereka, tapi saya langsung menjelaskan:

“Umpama, ketika sedang asyik berjalan, ngorol ngalor-ngidul, tidak menyadari kalau di depan kalian ada lubang, lalu kamu jatuh. Besoknya, kira-kira kamu akan jatuh lagi tidak?”

“Tidak!” semua menjawab.

“Nah, begitulah belajar sejarah. Kita melihat pengalaman pahit masa lalu sebagai pelajaran, bahwa kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di masa kini dan depan. Dan tadi, teman-teman yang ada di samping yang jatuh itu, kira-kira besoknya jatuh pada lubang yang sama tidak?” Kembali mereka semua menjawab, tidak.

“Berarti kita tidak hanya bisa belajar dari pengalaman hidup sendiri, tapi juga bisa belajar dari pengalaman orang lain. Untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dengan mereka. Untuk tidak mengalami kegagalan yang dialami oleh orang lain. Nah, pengalaman hidup orang lain itu banyak kita temukan pada buku-buku sejarah.”
***

Ada satu hal yang saya sayangkan dari buku pegangan ini. Yakni, tidak memberikan fakta yang imbang antara sebab-sebab kehancuran kebudayaan Islam dengan sebab-sebab kegagalannya. Buku ini langsung menyuguhkan sebab-sebab kehancuran umat. Ya, meskipun dari kegagalan pun banyak pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya. Tetapi, sejarah sebagai fakta harus tetap berimbang. Karena secara subjektif fakta yang tidak berimbang akan memberikan gambaran tersendiri kepada pembaca sejarah (mengenai identitas suatu umat). Maksudnya, umat yang berperadaban tinggi atau sebaliknya.
***

Anak-anak agaknya sudah mulai paham. Baiklah, saya akan lanjutkan dengan penerapan terhadap hidupnya masing-masing. Masing-masing siswa saya minta untuk menulis minimal setengah halaman mengenai pengalaman hidupnya, baik yang jaya maupun yang gagal. Dari pengalaman hidup itu, saya persilahkan masing-masing mengambil hikmahnya.
Mengejutkan. Hampir semua siswa bisa melakukannya. Ada yang cepat, ada yang sedang, ada juga yang lambat. Tapi, intinya semuanya bisa mengekspresikan pengalaman hidupnya dalam bentuk tulisan. Saya bahagia. Ini potensi yang akan saya aktualkan. Sebuah potensi yang tidak akan saya sia-siakan.

Untuk mengapresiasi prestasi mereka, saya sudah sediakan tiga pulpen bagi yang paling baik tulisannya. Dan, mungkin buat yang paling cepat.[]


Kota Santri, 11 September 2013