Hari ini saya mengajar di kelas tujuh, atau kelas satu Madrasah
Tsanawiyah, Al-Khairiyah Karangtengah.
Yang menjadi pembahasan kali ini adalah tujuan dan manfaat mempelajari sejarah
kebudayaan Islam. Saya menyampaikan kepada mereka pengertian sejarah, pengertian
kebudayaan, dan pengertian, Islam.
Pengertian sejarah langsung saya kaitkan dengan peristiwa
masa lalu yang dialami manusia. Terus, kebudayaan saya artikan sebagai hasil
penciptaan batin (akal, budi) manusia. Dan, Islam saya kaitkan langsung dengan
ajaran al-Qur’an dan Hadist. Karena idealnya memang segala gerak dan prilaku
umat Islam digerakkan oleh ajaran Islam. Setidaknya itulah pengertian yang saya
sandarkan pada pendapatnya Hodson pengenai Islam sebagai doktrin: ajaran-ajaran
dalam al-qur’an dan Hadis. Meskipun Hodson punya pengertiannya sendiri tentang
Islam sebagai sejarah: apa saja yang terjadi dalam kehidupan umat Islam
sepanjang masa.
Jadi, Sejarah Kebudayaan Islam adalah peristiwa dan hasil
pencapaian umat Islam pada masa lalu.
Kemudian, karena pokok bahasan pertemuan kali ini adalah
manfaat dan tujuan mempelajaran sejarah, saya kembali membahas persoalan ini. Saya
memberi perumpamaan:
“Siapa yang tadi pergi sekolahnya lewat sawah?”
Beberapa siswa mengacungkan tangannya. Lebih dari tiga
atau lima. Saya tidak menunjuk satu-satu dari mereka, tapi saya langsung menjelaskan:
“Umpama, ketika sedang asyik berjalan, ngorol ngalor-ngidul, tidak menyadari kalau
di depan kalian ada lubang, lalu kamu jatuh. Besoknya, kira-kira kamu akan
jatuh lagi tidak?”
“Tidak!” semua menjawab.
“Nah, begitulah belajar sejarah. Kita melihat pengalaman
pahit masa lalu sebagai pelajaran, bahwa kita tidak akan mengulangi kesalahan
yang sama di masa kini dan depan. Dan tadi, teman-teman yang ada di samping yang
jatuh itu, kira-kira besoknya jatuh pada lubang yang sama tidak?” Kembali mereka
semua menjawab, tidak.
“Berarti kita tidak hanya bisa belajar dari pengalaman
hidup sendiri, tapi juga bisa belajar dari pengalaman orang lain. Untuk tidak
melakukan kesalahan yang sama dengan mereka. Untuk tidak mengalami kegagalan
yang dialami oleh orang lain. Nah, pengalaman hidup orang lain itu banyak kita
temukan pada buku-buku sejarah.”
***
Ada satu hal yang saya sayangkan dari buku pegangan ini.
Yakni, tidak memberikan fakta yang imbang antara sebab-sebab kehancuran
kebudayaan Islam dengan sebab-sebab kegagalannya. Buku ini langsung menyuguhkan
sebab-sebab kehancuran umat. Ya, meskipun dari kegagalan pun banyak pelajaran
yang bisa kita ambil hikmahnya. Tetapi, sejarah sebagai fakta harus tetap berimbang.
Karena secara subjektif fakta yang tidak berimbang akan memberikan gambaran tersendiri
kepada pembaca sejarah (mengenai identitas suatu umat). Maksudnya, umat yang
berperadaban tinggi atau sebaliknya.
***
Anak-anak agaknya sudah mulai paham. Baiklah, saya akan
lanjutkan dengan penerapan terhadap hidupnya masing-masing. Masing-masing siswa
saya minta untuk menulis minimal setengah halaman mengenai pengalaman hidupnya,
baik yang jaya maupun yang gagal. Dari pengalaman hidup itu, saya persilahkan
masing-masing mengambil hikmahnya.
Mengejutkan. Hampir semua siswa bisa melakukannya. Ada yang
cepat, ada yang sedang, ada juga yang lambat. Tapi, intinya semuanya bisa
mengekspresikan pengalaman hidupnya dalam bentuk tulisan. Saya bahagia. Ini potensi
yang akan saya aktualkan. Sebuah potensi yang tidak akan saya sia-siakan.
Untuk mengapresiasi prestasi mereka, saya sudah sediakan
tiga pulpen bagi yang paling baik tulisannya. Dan, mungkin buat yang paling
cepat.[]
Kota
Santri, 11 September 2013